Bencana Alam Tsunami yang sempat mengguncang Aceh 18 tahun lalu ternyata masih meninggalkan bekas dan fenomena alam hingga saat ini. Banyak dampak tersendiri dari kejadian Tsunami bagi wilayah Aceh yang belum terjawab sepenuhnya. Salah satunya dampak terhadap lahan yang terkena endapan air Tsunami sehingga hal ini perlu dikaji secara ilmiah. Sedimen (endapan material tertentu) pada wilayah yang terendam tsunami ternyata memiliki dampak buruk terhadap tumbuhan-tumbuhan kebun. Banyak kebun masyarakat sekitar wilayah pesisir Aceh Besar dan Banda Aceh yang sebelumnya tumbuh dengan normal menjadi terganggu bahkan tidak dapat tumbuh lagi setelah Tsunami 2004.
Tim peneliti dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Universitas Samudra Langsa sedang mengkaji efek sedimen tsunami terhadap tanaman kebun di Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar (Sumber: Serambinews.com)
Hal ini menimbulkan pertanyaan dikalangan ilmuwan, oleh karena itu dibutuhkan studi khusus untuk kasus ini. Tim peneliti dari Universitas Syiah Kuala (USK) dan Universitas Samudra (Unsam) dibentuk untuk mencari akar masalah dan melakukan riset bersama mengenai hal tersebut. Tim peneliti ini diketuai Prof Dr Muhammad Syukri, pakar geofisika lingkungan USK. Diperkuat oleh Zul Fadhli MSc dari Teknik Geofisika USK dan Sabrian Tri Anda dari Prodi Fisika Unsam.Tim peneliti menganalisis parameter fisis pada tanah atau batuan di bawah permukaan dengan metode geolistrik resistivitas yang disponsori oleh Riset Inovatif Produktif (Rispro) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan tema riset keilmuan.
Kajian ini dilakukan pada lokasi yang berdampak tsunami dan yang tidak berdampak di sekitar pesisir Aceh Besar di kawasan Baitussalam.”Ini dilakukan untuk pembanding dan validasi data, lokasi penelitian juga dilakukan di kawasan yang tidak terdampak tsunami, yaitu di daerah Kuta Baro, Blang Bintang, Aceh Besar,” kata Ketua Tim Peneliti, Prof Muhammad Syukri, kepada Serambinews.com di Banda Aceh, Jumat (5/8/2022) sore.
Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis yang dilakukan, diketahui tersebut bahwa wilayah yang terdampak tsunami mempunyai nilai konduktivitas tanah yang relatif tinggi yaitu sekitar 2-10 Sm-1 serta kadar keasaman atau kebasaan (pH, potential hydrogen) tanah yang rendah. Hal ini disebabkan oleh sedimen tsunami dari laut yang membawa dan mengendapkan material tertentu dengan nilai salinitas yang tinggi dan memengaruhi konsentrasi larutan dalam pori-pori batuan. Semakin tinggi konsentrasi larutan yang bersifat elektrolit akan menghasilkan konduktivitas yang tinggi pula yang mempengaruhi daya serap air pada tumbuhan. Berbeda dengan wilayah tidak terdampak Tsunami, nilai konduktivitasnya berkisar antara 0.002–0.08 Sm-1.
Selain itu pada daerah terdampak Tsunami mengalami gangguan pertumbuhan pada beberapa jenis tumbuhan yang terdapat dikebun-kebun masyarakat. Ini terjadi akibat tumbuhan tersebut tidak mampu menyerap air dengan efisien pada lahan tanah yang berdampak Tsunami. Dimana pergerakan air cenderung tertarik kembali ke dalam tanah akibat salinitas konsentrasi larutan yang tinggi. Hal ini menyebabkan penyerapan air atau masuknya air ke suatu zat melalui pori-pori tanah pada benih atau imbibisi (osmosis penyerapan air) menjadi terhambat dan menggangu proses perkecambahan.
Apabila tekanan osmosis medium tanah tinggi maka nilai konduktivitas listrik tanah akan menjadi tinggi sehingga menyebabkan benih sulit berkecambah. Faktor lainnya juga dipengaruhi oleh racun dari ion-ion penyusun garam pada media dengan konduktivitas tinggi yang menyebabkan benih sulit berkecambah. Parameter lainnya juga berkorelasi dengan konduktivitas listrik seperti pH atau tingkat keasaman. Tanah yang subur biasanya memiliki Ph netral yaitu 6,5 hingga 7 yang menunjukkan ketersediaan zat hara di dalam tanah. Pada kondisi pH netral, maka tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara. Pada daerah terdampak Tsunami didapatkan nilai pH sekitar 5.0-6.4 yang dikategorikan sebagai daerah asam.Hasil ini menunjukkan bahwa tanah tersebut mengalami gangguan sehingga karakteristik tanah menjadi kurang subur. Hal ini berkaitan erat terhadap kandungan asam-asam organik, yaitu asam humat dan asam fulvat.
Sebaliknya terjadi di daerah tidak terdampak Tsunami, didapatkan kadar pH sekitar 6.5-7.2 yang menunjukan kondisi tanah yang tidak terganggu. Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah tanah yang terkena dampak Tsunami mengalami perubahan unsur hara yang seharusnya memiliki salinitas dan Ph netral menjadi tinggi dan cenderung asam. Ini diketahui dari hasil pengukuran dan analisis yang dilakukan yang menunjukkan nilai resistivitas tinggi dan kadar pH yang rendah. Para tim peneliti menawarkan solusi alternatif yang dapat dilakukan masyarakat seperti memberikan kapur, abu, dan lumpur sungai secara berkala. Tujuannya dalah untuk meningkatkan kembali kadar basa tanah sehingga tidak terlalu asam atau menetralkan kembali pH tanah.
No responses yet